Dengan niat baik yang selalu mengawali setiap aktifitas kita insya Allah Tuhan akan selalu berikan jalan tidak dapat disangkal bahwa fokus adalah salah satu elemen penting bagi seseorang untuk mencapai tujuan. Ada kekuatan yang luar biasa di balik sebuah tujuan yang terarah dengan tajam. bayangkan betapa hebat nya tenaga sinar matahari yang diarahkan dengan fokus pada sebuah titik melalui kaca pembesar. Titik kecil yang terarah itu dapat membakar habis sebuah kertas, bah kan sebuah hutan.
Ketika Tuhan sebagai prioritas utama kita, percayalah bahwa kekuatan kuasaNya akan bekerja dengan dahsyat melalui hidup kita. Mari awali hari ini dengan mencari mengharapkan berkah dariNya Insya Allah semuanya akan di beri jalan yang terbaik.
sumbr : muslimdaily.net
Selama ini, kebanyakan orang sering memahami bahwa bertaubat hanya perlu dilakukan oleh seseorang yang telah berbuat dosa besar. Maka, bagi orang yang shalatnya sudah baik, dalam arti telah menjalankan shalat lima waktu dengan tertib; atau orang yang perbuatannya sudah termasuk golongan orang yang baik-baik, dalam arti bukan pelaku dosa besar, maka sudah tidak perlu untuk bertaubat. Benarkah demikian?
Dalam artikel berikut ini, saya akan mengajak pembaca tercinta untuk memahami bahwa bertaubat pun semestinya kita lakukan secara terus-menerus, sebagaimana kita memohon ampunan kepada Allah Swt.
Menurut Syekh Abu Ishak Ibrahim al-Mabtuli dalam kitabnya, al-Minahu as-Saniyyah, menyebutkan bahwa taubat itu ada permulaan dan kesudahannya; taubat itu bertingkat-tingkat, ada awal dan ada puncaknya. Setidaknya ada sembilan tingkatan taubat menurut beliau.
Berdasarkan tingkatan taubat sebagaimana pendapat Syekh Abu Ishak Ibrahim al-Mabtuli tersebut, tampaknya kita semua tidak bisa melepaskan diri dari amalan taubat tersebut. Bagi seseorang yang telah melakukan dosa besar, maka sudah barang tentu ia bertaubat kepada Allah Swt. Lalu, bagaimana dengan orang yang sudah tidak pernah melakukan dosa besar, hendaknya ia bertaubat kepada Allah Swt. atas dosa-dosa kecil yang telah ia lakukan.
Bertaubat semestinya tetap dilakukan, meskipun bagi orang yang sudah tidak melakukan
Lalu, bagaimana dengan orang yang sudah sangat baik sekali, yang sepertinya sudah sangat langka keberadaannya di zaman modern ini, yakni sudah tidak melakukan dosa besar maupun kecil, meninggalkan perbuatan makruh, dan selalu memilih yang utama dalam hidupnya? Subhanallah…! Orang yang semacam ini pun masih perlu bertaubat kepada Allah Swt. dari dugaan bahwa dirinya telah menjadi orang baik. Selanjutnya, ia tetap bertaubat kalau-kalau merasa bahwa dirinya telah menjadi kekasih Allah, bahkan ia perlu bertaubat dari dugaan bahwa dirinya telah benar-benar bertaubat.
Saudaraku tercinta, sungguh merinding hati saya dan benar-benar merasa sangat kecil diri ini bila membayangkan tingkatan taubat diri ini sampai di mana. Apalagi, masih ada tingkatan taubat lagi bagi orang yang sangat baik sebagaimana tersebut, yakni bertaubat dari kehendak hati yang tidak diridhai Allah Swt. Dan, puncaknya, bertaubat dari sewaktu-waktu lupa melihat-Nya (mengingat-Nya) walau hanya sekejap. Sungguh dalam sekali makna ajaran Syekh Abu Ishak Ibrahim al-Mabtuli yang terkenal sebagai seorang wali atau kekasih Allah tersebut.
Dengan demikian, bertaubat kepada Allah Swt. adalah amalan yang semestinya kita lakukan. Sebab, setiap manusia pasti mempunyai kesalahan. Siapakah di antara kita yang mempunyai alasan untuk tidak bertaubat? Sungguh, sama sekali kita tidak mempunyai alasan untuk tidak bertaubat kepada Allah Swt. Maka, marilah kita memperbanyak memohon ampunan dan bertaubat kepada-Nya.
Al-Faqir ila Rahmatillah,
Akhmad Muhaimin Azzet
Ketika Tuhan sebagai prioritas utama kita, percayalah bahwa kekuatan kuasaNya akan bekerja dengan dahsyat melalui hidup kita. Mari awali hari ini dengan mencari mengharapkan berkah dariNya Insya Allah semuanya akan di beri jalan yang terbaik.
Istiqamah dalam Bertaubat
sumbr : muslimdaily.net
Selama ini, kebanyakan orang sering memahami bahwa bertaubat hanya perlu dilakukan oleh seseorang yang telah berbuat dosa besar. Maka, bagi orang yang shalatnya sudah baik, dalam arti telah menjalankan shalat lima waktu dengan tertib; atau orang yang perbuatannya sudah termasuk golongan orang yang baik-baik, dalam arti bukan pelaku dosa besar, maka sudah tidak perlu untuk bertaubat. Benarkah demikian?
Dalam artikel berikut ini, saya akan mengajak pembaca tercinta untuk memahami bahwa bertaubat pun semestinya kita lakukan secara terus-menerus, sebagaimana kita memohon ampunan kepada Allah Swt.
Menurut Syekh Abu Ishak Ibrahim al-Mabtuli dalam kitabnya, al-Minahu as-Saniyyah, menyebutkan bahwa taubat itu ada permulaan dan kesudahannya; taubat itu bertingkat-tingkat, ada awal dan ada puncaknya. Setidaknya ada sembilan tingkatan taubat menurut beliau.
- permulaan dari taubat adalah bertaubat dari dosa-dosa besar;
- bertaubat dari dosa-dosa kecil;
- bertaubat dari perkara yang dibenci atau makruh;
- bertaubat dari perkara yang menyimpang dari keutamaan;
- bertaubat dari dugaan mengenai kebaikan dirinya;
- bertaubat dari dugaan bahwa dirinya sudah menjadi kekasih Allah;
- bertaubat dari dugaan bahwa dirinya telah benar-benar bertaubat;
- bertaubat dari kehendak hati yang tidak diridhai Allah;
- puncaknya adalah bertaubat sewaktu-waktu lupa dari melihat-Nya (mengingat-Nya) walau hanya dalam sekejap.
Berdasarkan tingkatan taubat sebagaimana pendapat Syekh Abu Ishak Ibrahim al-Mabtuli tersebut, tampaknya kita semua tidak bisa melepaskan diri dari amalan taubat tersebut. Bagi seseorang yang telah melakukan dosa besar, maka sudah barang tentu ia bertaubat kepada Allah Swt. Lalu, bagaimana dengan orang yang sudah tidak pernah melakukan dosa besar, hendaknya ia bertaubat kepada Allah Swt. atas dosa-dosa kecil yang telah ia lakukan.
Bertaubat semestinya tetap dilakukan, meskipun bagi orang yang sudah tidak melakukan
- dosa besar maupun kecil,
- telah melakukan perkara yang dibenci atau makruh.
- menyimpang dari keutamaan.
- misalnya, seseorang mempunyai waktu luang, dapat saja waktu luang itu ia gunakan untuk menonton televisi atau tidur-tiduran, tapi ada yang lebih utama dari kedua hal tersebut untuk mengisi waktu luang, yakni membaca al-Qur’an atau berdzikir. Bila seseorang telah memilih menonton televisi atau tidur-tiduran dibanding membaca al-Qur’an atau berdzikir, maka dia pun semestinya bertaubat kepada Allah Swt.
Lalu, bagaimana dengan orang yang sudah sangat baik sekali, yang sepertinya sudah sangat langka keberadaannya di zaman modern ini, yakni sudah tidak melakukan dosa besar maupun kecil, meninggalkan perbuatan makruh, dan selalu memilih yang utama dalam hidupnya? Subhanallah…! Orang yang semacam ini pun masih perlu bertaubat kepada Allah Swt. dari dugaan bahwa dirinya telah menjadi orang baik. Selanjutnya, ia tetap bertaubat kalau-kalau merasa bahwa dirinya telah menjadi kekasih Allah, bahkan ia perlu bertaubat dari dugaan bahwa dirinya telah benar-benar bertaubat.
Saudaraku tercinta, sungguh merinding hati saya dan benar-benar merasa sangat kecil diri ini bila membayangkan tingkatan taubat diri ini sampai di mana. Apalagi, masih ada tingkatan taubat lagi bagi orang yang sangat baik sebagaimana tersebut, yakni bertaubat dari kehendak hati yang tidak diridhai Allah Swt. Dan, puncaknya, bertaubat dari sewaktu-waktu lupa melihat-Nya (mengingat-Nya) walau hanya sekejap. Sungguh dalam sekali makna ajaran Syekh Abu Ishak Ibrahim al-Mabtuli yang terkenal sebagai seorang wali atau kekasih Allah tersebut.
Dengan demikian, bertaubat kepada Allah Swt. adalah amalan yang semestinya kita lakukan. Sebab, setiap manusia pasti mempunyai kesalahan. Siapakah di antara kita yang mempunyai alasan untuk tidak bertaubat? Sungguh, sama sekali kita tidak mempunyai alasan untuk tidak bertaubat kepada Allah Swt. Maka, marilah kita memperbanyak memohon ampunan dan bertaubat kepada-Nya.
Al-Faqir ila Rahmatillah,
Akhmad Muhaimin Azzet