Presiden Soekarno mengeluarkan Keputusan Presiden Republik
Indonesia No.108 Tahun 1964, tanggal 2 Mei 1964, yang menetapkan Kartini
sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional sekaligus menetapkan hari lahir Kartini,
tanggal 21 April, untuk diperingati setiap tahun sebagai hari besar yang
kemudian dikenal sebagai Hari Kartini.
Raden Adjeng Kartini (lahir di Jepara, Jawa Tengah, 21 April
1879 – meninggal di Rembang, Jawa Tengah, 17 September 1904 pada umur 25 tahun)
atau sebenarnya lebih tepat disebut Raden Ayu Kartini[1] adalah seorang tokoh
suku Jawa dan Pahlawan Nasional Indonesia. Kartini dikenal sebagai pelopor
kebangkitan perempuan pribumi.
Habis Gelap Terbitlah Terang
Habis Gelap Terbitlah Terang
Pada 1938, buku Habis Gelap
Terbitlah Terang diterbitkan kembali dalam format yang berbeda dengan buku-buku
terjemahan dari Door Duisternis Tot Licht. Buku terjemahan Armijn Pane ini
dicetak sebanyak sebelas kali. Selain itu, surat-surat Kartini juga pernah
diterjemahkan ke dalam bahasa Jawa dan bahasa Sunda. Armijn Pane menyajikan
surat-surat Kartini dalam format berbeda dengan buku-buku sebelumnya. Ia
membagi kumpulan surat-surat tersebut ke dalam lima bab pembahasan. Pembagian tersebut ia
lakukan untuk menunju.kkan adanya tahapan atau perubahan sikap dan pemikiran
Kartini selama berkorespondensi. Pada buku versi baru tersebut, Armijn Pane
juga menciutkan jumlah surat
Kartini. Hanya terdapat 87 surat
Kartini dalam "Habis Gelap Terbitlah Terang". Penyebab tidak
dimuatnya keseluruhan surat yang ada dalam buku
acuan Door Duisternis Tot Licht, adalah terdapat kemiripan pada beberapa surat . Alasan lain adalah
untuk menjaga jalan cerita agar menjadi seperti roman. Menurut Armijn Pane,
surat-surat Kartini dapat dibaca sebagai sebuah roman kehidupan perempuan. Ini
pula yang menjadi salah satu penjelasan mengapa surat-surat tersebut ia bagi ke
dalam lima bab
pembahasan
Surat-surat Kartini, Renungan Tentang dan Untuk Bangsanya
Surat-surat Kartini, Renungan Tentang dan Untuk Bangsanya
Surat-surat Kartini juga
diterjemahkan oleh Sulastin Sutrisno. Pada mulanya Sulastin menerjemahkan Door
Duisternis Tot Licht di Universitas Leiden ,
Belanda, saat ia melanjutkan studi di bidang sastra tahun 1972. Salah seorang
dosen pembimbing di Leiden meminta Sulastin
untuk menerjemahkan buku kumpulan surat
Kartini tersebut. Tujuan sang dosen adalah agar Sulastin bisa menguasai bahasa
Belanda dengan cukup sempurna. Kemudian, pada 1979, sebuah buku berisi
terjemahan Sulastin Sutrisno versi lengkap Door Duisternis Tot Licht pun
terbit.
Buku kumpulan surat versi Sulastin Sutrisno terbit dengan
judul Surat-surat Kartini, Renungan Tentang dan Untuk Bangsanya. Menurut
Sulastin, judul terjemahan seharusnya menurut bahasa Belanda adalah:
"Surat-surat Kartini, Renungan Tentang dan Untuk Bangsa Jawa".
Sulastin menilai, meski tertulis Jawa, yang didamba sesungguhnya oleh Kartini
adalah kemajuan seluruh bangsa Indonesia .
Buku terjemahan Sulastin malah ingin
menyajikan lengkap surat-surat Kartini yang ada pada Door Duisternis Tot Licht.
Selain diterbitkan dalam Surat-surat Kartini, Renungan Tentang dan Untuk
Bangsanya, terjemahan Sulastin Sutrisno juga dipakai dalam buku Kartini, Surat-surat
kepada Ny RM Abendanon-Mandri dan Suaminya
Sumber : dapat di link disini
Sumber : dapat di link disini